Persaingan usaha membuat banyak perusahaan bisnis yang memutar otak agar produk perusahaannya dapat diterima oleh target khalayaknya. Selain terus memperbaiki kualitas produknya, perusahaan juga selalu gencar melakukan promosi/iklan melalui berbagai cara. Saat kita berkendara dijalanan iklan akan dapat dengan mudah kita temui melalui papan reklame atau baliho besar di jalan protokol atau perempatan jalan raya. Saat kita berhenti diminimarket atau tempat perbelanjaan tentu sering kita menjumpai leaflet atau brosur yang menawarkan berbagai produk. Dikantor pun iklan bahkan sudah sampai ke meja kerja kita melalui surat kabar atau majalah langganan. Atau dirumah ketika menghidupkan televisi sudah pasti kita akan mendapatkan iklan acara dari program yang kita tonton dengan silih berganti. Dan di era digital seperti sekarang ini iklan sudah barang tentu akan kita jumpai iklan ketika setiap membuka situs-situs favorit netizen seperti youtube, facebook, maupun situs jejaring sosial lainnya.
Iklan sendiri secara sederhana didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media (Kasali, 1992). Sedangkan menurut Frank Jefkins (1997) iklan adalah pesan yang diarahkan untuk membujuk orang untuk membeli. Sehingga secara garis besar iklan adalah segala bentuk pesan baik verbal maupun non verbal yang ditayangkan melalui media, dengan tujuan untuk mempromosikan suatu produk sehingga dapat mempengaruhi khalayak untuk membeli produk tersebut.
Dalam memasarkan produknya kebanyakan perusahaan memanfaatkan layanan iklan komersial di berbagai media diatas. Namun demikian terdapat juga perusahaan yang melakukan promosi produknya tidak secara terang-terangan namun dengan menjadi sponsor sebuah kegiatan, baik dalam level lokal, nasional, maupun internasional. Sebut saja berbagai perusahaan aparel seperti Nike, Adidas, dan Puma yang menjadi sponsor klub sepakbola. Nike mensponsori FC Barcelona, Adidas mensponsori Real Madrid C.F, dan Puma mensponsori Arsenal FC. Mereka menyediakan seragam dan berbagai perlengkapan olahraga lainnya untuk mendukung suatu klub tersebut berlaga dalam suatu kompetisi. Imbalannya mereka berhak menjual seragam olahraga dan aksesoris lainnya kepada pendukung klub tersebut. Strategi ini adalah bagian dari pemasaran perusahaan untuk menjual produknya. Intinya adalah perusahaan mendapatkan impact dari modal yang telah dikeluarkan untuk mempromosikan produknya, yaitu penjualan produk perusahaan yang terus meningkat.
Tumbuhnya Perusahaan E-Commerce
Di indonesia sendiri masih banyak perusahaan yang menggunakan jasa televisi dan media cetak untuk memasarkan produknya. Menurut data Nielsen Advertising Information Services , Pertumbuhan belanja iklan di akhir tahun 2015 bergerak positif dengan angka pertumbuhan sebesar 7% untuk total TV dan media cetak, dan mencapai angka 118 Triliun. Pada kuartal empat 2015, belanja iklan TV dan media cetak meningkat sebesar 17% dibandingkan dengan pada kuartal empat tahun 2014.
Namun demikian, untuk belanja iklan terbesar di Indonesia masih diduduki oleh iklan dari kategori Pemerintahan dan Organisasi Politik yang mencapai angka Rp7,4 Triliun, dengan angka pertumbuhan tahunan yang meningkat sebesar 7%.
Berikut disajikan hasil riset data Nielsen untuk belanja iklan tahun 2015.
No Kategori Belanja Iklan (Rp) Kenaikan dari tahun 2014
1 Pemerintahan dan Organisasi Politik 7,4 Triliun 7%
2 Produk Perawatan Rambut 4,47 Triliun 5%
3 Rokok Kretek 4,34 Triliun 16%
Sumber: Nielsen Advertising Information Services. 10 Februari 2016
Namun diantara beberapa kategori utama yang tingkat pertumbuhannya paling pesat adalah Layanan Online (e-commerce) yang tumbuh sebesar 44% menjadi Rp3,51 Triliun di sepanjang tahun 2015.
Sementara itu jika dilihat dari merek-merek yang beriklan baik di TV maupun media cetak, dua merek mi instan terbesar yaitu Indomie dan Mie Sedaap menjadi kontributor tertinggi dengan total belanja iklan masing-masing sebesar Rp971 Miliar dan Rp733 Miliar. Menyusul dua merek tersebut adalah dari kategori layanan e-commerce yaitu Traveloka dan Tokopedia yang turut menjadi kontributor belanja iklan utama dengan nilai masing-masing Rp697 Miliar dan Rp625 Miliar. Keduanya meraih tingkat pertumbuhan belanja iklan tahunan yang sangat signifikan yaitu Traveloka dengan 187% dan Tokopedia sebesar 1.611%.
Dari beberapa data nielsen yang disajikan diatas, terdapat beberapa hal yang menarik untuk dibahas lebih lanjut yaitu pertumbuhan layanan e-commerce yang meningkat drastis dari tahun sebelumnya.
Menurut Don Tapscott (2015) dalam bukunya yang berjudul “The Digital Economy” dikatakan bahwa Anda tidak harus menguasai teknologi untuk memenangkan pertarungan di era ekonomi baru ini, anda hanya perlu memahami pergeseran utama dari ekonomi yang sedang terjadi dan anda harus memastikan bahwa organisasi anda dapat mencapai itu.
Mungkin itulah yang dibaca oleh para CEO perusahaan E-Commerce tersebut. Mereka mulai membangun merek dagang mereka dengan mencoba beriklan di berbagai media, terutama media televisi yang sampai sekarang masih menjadi favorit khalayak di Indonesia. Mereka berusaha memahami pergeseran ekonomi yang saat ini sedang terjadi. Pergeseran ekonomi yang sudah melangkah ke dunia digital, yang mana segala sesuatunya bisa diakses hanya dari genggaman tangan.
Berdasarkan dari pemahaman tersebut, para CEO E-Commerce ini memberanikan diri untuk melangkah lebih jauh dengan menjual brandnya melalui iklan dalam jumlah yang cukup fantastis. Hal ini dapat dilihat pada belanja iklan tahun 2015 merek Traveloka.com yang sampai menghabiskan angka Rp697 Milyar yang berarti naik 187% dari tahun 2014. Kemudian merek Tokopedia.com yang menghabiskan Rp625 Milyar dengan kenaikan sebesar 1.611% dari tahun 2014. Dan secara umum perusahaan E-Commerce mengalami kenaikan belanja iklan sebesar 44% dari tahun sebelumnya. Angka ini mengindikasikan bahwa para CEO tersebut sudah sangat serius menyambut era digitalisasi ini. Mereka memanfatkan iklan untuk mendongkrak merek dagang mereka. Promosi besar-besaran mereka lakukan untuk menjaring konsumen memanfaatkan produk mereka melalui layanan online. Dan karena mereka adalah termasuk yang pertama dalam bidang bisnis era digital, maka peluang pasar juga terbuka lebar.
Data dari e-marketer memprediksi bahwa pengguna smartphone di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 89,8 Juta orang dimana itu adalah 31,8% dari total populasi penduduk Indonesia. Karena sedemikian besarnya peluang pasar yang dapat diraih dari bisnis E-Commerce ini, maka para CEO tersebut memang tidak segan menggelontorkan dana yang besar untuk mempromosikan merek dagang mereka. Harapannya tentu mereka dapat meraup keuntungan yang berlipat dari para pengguna Internet di Indonesia.
Agency Iklan, Mengapa Perlu?
Brand Building adalah pekerjaan yang cukup berat sebuah perusahaan pada umumnya. Sebuah perusahaan yang produknya memiliki brand yang kuat, tentu tingkat penjualannya dipastikan akan meningkat. Perusahaan membutuhkan strategi tertentu agar brand produknya semakin lama semakin menguat. Salah satu strateginya adalah menggunakan iklan.
Terence A. Shimp (1986) seorang praktisi dan akademisi dari University of South Carolina-Columbia mengatakan bahwa fungsi dari iklan adalah untuk Informing (memberikan informasi), Persuading (mempersuasi), Reminding (mengingatkan), Adding Value (memberikan nilai tambah), dan Assiting (mendampingi). Iklan harus dapat memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada konsumen sehingga dapat mempersuasinya untuk membeli produk tertentu. Selain itu juga untuk mengingatkan secara terus menerus akan kehadiran suatu produk dan memberikan nilai tambah tertentu akan sebuah produk sehingga produk menjadi lebih menarik. Dan terakhir adalah menjadi asisten dari perusahaan untuk menjawab segala sesuatu yang berkaitan dengan produk perusahaan tersebut.
Namun iklan yang seperti apakah yang mampu meningkatkan brand produk suatu perusahaan sehingga mampu memenuhi fungsi iklan seperti yang disebutkan oleh Shimp diatas. Sementara perusahaan biasanya tidak selalu menyediakan orang yang ahli dalam bidang periklanan. Sehingga kebanyakan perusahaan akan menyerahkan tugas-tugas promosi tersebut melalui advertising agency untuk menguatkan brand produknya.
Salah satu advertising agency yang cukup terkenal di Indonesia adalah PT. Dwi Sapta Pratama Advertising pimpinan Adji Watono. Penulis cukup beruntung dapat diberikan paparan mengenai industri periklanan di Indonesia dan sejarah perjuangannya menembus 3 besar advertising agency secara nasional di Indonesia. Pada Intinya Adji Watono menjelaskan bahwa dari segi industri periklanan, advertising agency memiliki peran yang cukup sentral dalam memasarkan produk suatu perusahaan. Perusahaan advertising agency yang memiliki motto “Think Global, Act Local” ini memulai perjalanannya pada tahun 1982 dari sebuah studio foto yang kemudian berevolusi menjadi screen printing pada tahun 1985. Kemudian semenjak industri televisi mulai berkibar ditahun 1989 yang ditandai dengan munculnya televisi swasta RCTI, adji wanoto mulai menangkap peluang iklan di televisi dengan mendirikan PT Dwisapta Pratama yang menawarkan full service advertising agency yang menggeluti bellow the line dan above the line iklan televisi komersial.
Klien pertama mereka adalah PT. Djarum. Kemudian disusul dengan PT. Dankos dengan Mixagrip dan PT. Sido Muncul dengan Tolak Angin. Yang menarik adalah PT. Sido Muncul ini salah satu klien terbesar dan terloyal dari dwisapta agency. Irwan Hidayat selaku pimpinan Sidomuncul saat itu mulai didekati oleh Adji Winoto agar mau mengiklankan produk tolak anginnya di perusahaan agencynya. Karena ada kedekatan dengan Adji, Irwan Hidayat tidak menolaknya dan akhirnya terciptalah kerjasama yang cukup panjang hingga 25 tahun mengibarkan brand produk Tolak Angin.
Kerjasama yang cukup panjang tersebut bukan hanya karena mereka adalah teman lama, tapi juga karena keprofesionalitasan dari agency pimpinan adji. Tolak Angin dari yang sebelumnya dianggap sebagai jamu, yang hanya diminum oleh orang desa dan hanya sebagai minuman tradisional, ditangan adji wanoto mampu diubah menjadi minuman berkelas, modern, dan layak diminum oleh masyarakat kota. Strategi yang digunakan pun cukup cerdas, yaitu menggunakan selebrity endorse yang (saat itu) memiliki image High Class seperti Grub Band Dewa, artis Sophia Latjuba, serta akademisi seperti Rhenald Khasali. Iklan Tolak Angin yang mengambil tagline “orang pintar minum tolak angin” ini bahkan mampu menembus pasar internasional melalui iklan luar negeri nya. Bahkan sekaliber menteri BUMN saat itu, Dahlan Iskan mampu diajak bergabung untuk mensukseskan iklan tolak angin versi luar negeri tersebut.
Simbiosis Mutualisme
Terlepas dari kesuksesan Adji Wanoto dalam mengelola perusahaan Advertising Agency nya, pada intinya adalah perusahaan akan selalu membutuhkan promosi yang maksimal agar produknya dapat diterima target konsumennya. Perusahaan pasti berani membayar harga yang mahal untuk iklan yang mampu memenuhi target penjualannya. Itulah yang seharusnya dibaca para agency iklan di Indonesia. Dia mencontohkan perusahaan jilbab baru Zoya, mengalokasikan belanja iklannya ke Dwisapta Agency senilai 10 Milyar pada tahun 2014. Sebuah harga yang cukup fantastis untuk perusahaan jilbab yang saat itu termasuk baru memulai usaha dalam bidang jual beli busana muslimah ini. Bahkan untuk sebuah iklan iklan rokok Djarum Super Mild Edition, Dwi Sapta Agency pernah mendapat nilai kontrak sebesar 10 Milyar. Nilai yang mahal tersebut karena memang pembuatan iklan tersebut sepenuhnya dilakukan di luar negeri dengan menggunakan teknologi yang canggih. Nilai yang fantastik tentu akan diimbali dengan hasil iklan yang luar biasa dan diharapkan berimbas kepada kenaikan target penjualan perusahaan.
Oleh karena itu dalam membuat sebuah iklan, adji menjelaskan bahwa agency tidak hanya melihat dari sisi produknya saja. Dia harus juga harus mengenali perusahannya. Dengan demikian akan tercipta hubungan saling mendengarkan dan mengerti kebutuhan, keinginan, dan harapan dari klien untuk memenuhi efektifitas kinerja (sleep with clients, listen to their needs, their wants and expectation). Harus tercipta sebuah simbiosis mutualisme atau hubungan saling menguntungkan antara agency iklan dengan perusahaan yang beriklan. Perusahaan yang telah menanamkan investasi melalui iklan harus dibayar dengan iklan yang mampu mempersuasi konsumen untuk membeli produk tersebut. Semakin besar target penjualan produk terlampaui setelah melakukan investasi melalui iklan, maka semakin besar tingkat kepercayaan perusahaan untuk menggunakan jasa agency iklan tersebut.
Salah satu prinsip yang masih dipegang Dwisapta Agency sampai saat ini adalah “make your client success first and your success will follow”. Intinya adalah kita harus membawa klien kita memenuhi target penjualan mereka dahulu, maka dengan demikian klien yang akan mendatangi kita untuk menjualkan produk mereka. Jika hal tersebut sudah terjadi, maka kerjasama jangka panjang simbiosis mutualisme pasti akan tercipta dengan sendirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens. K, 2000. Pengantar Etika Bisnis. Jakarta : Kanisius
Jefkins, Fank. 1997. Periklanan. Jakarta : Erlangga
Kasali, Rhenald. 1995. Manajemen Periklanan : Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Tapscott, Don. 2015. The Digital Economy. New York: McGraw Hill
Shimp, Terence A. 2003. Periklanan Promosi dan Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu Edisi 5. Jakarta: Erlangga
Referensi Lain:
Ishadi SK. Presentation: The Change Of The Mass Media Paradigm: Leave “Conventional Media” Go To “Emerging Social Media”
Iklan sendiri secara sederhana didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media (Kasali, 1992). Sedangkan menurut Frank Jefkins (1997) iklan adalah pesan yang diarahkan untuk membujuk orang untuk membeli. Sehingga secara garis besar iklan adalah segala bentuk pesan baik verbal maupun non verbal yang ditayangkan melalui media, dengan tujuan untuk mempromosikan suatu produk sehingga dapat mempengaruhi khalayak untuk membeli produk tersebut.
Dalam memasarkan produknya kebanyakan perusahaan memanfaatkan layanan iklan komersial di berbagai media diatas. Namun demikian terdapat juga perusahaan yang melakukan promosi produknya tidak secara terang-terangan namun dengan menjadi sponsor sebuah kegiatan, baik dalam level lokal, nasional, maupun internasional. Sebut saja berbagai perusahaan aparel seperti Nike, Adidas, dan Puma yang menjadi sponsor klub sepakbola. Nike mensponsori FC Barcelona, Adidas mensponsori Real Madrid C.F, dan Puma mensponsori Arsenal FC. Mereka menyediakan seragam dan berbagai perlengkapan olahraga lainnya untuk mendukung suatu klub tersebut berlaga dalam suatu kompetisi. Imbalannya mereka berhak menjual seragam olahraga dan aksesoris lainnya kepada pendukung klub tersebut. Strategi ini adalah bagian dari pemasaran perusahaan untuk menjual produknya. Intinya adalah perusahaan mendapatkan impact dari modal yang telah dikeluarkan untuk mempromosikan produknya, yaitu penjualan produk perusahaan yang terus meningkat.
Tumbuhnya Perusahaan E-Commerce
Di indonesia sendiri masih banyak perusahaan yang menggunakan jasa televisi dan media cetak untuk memasarkan produknya. Menurut data Nielsen Advertising Information Services , Pertumbuhan belanja iklan di akhir tahun 2015 bergerak positif dengan angka pertumbuhan sebesar 7% untuk total TV dan media cetak, dan mencapai angka 118 Triliun. Pada kuartal empat 2015, belanja iklan TV dan media cetak meningkat sebesar 17% dibandingkan dengan pada kuartal empat tahun 2014.
Namun demikian, untuk belanja iklan terbesar di Indonesia masih diduduki oleh iklan dari kategori Pemerintahan dan Organisasi Politik yang mencapai angka Rp7,4 Triliun, dengan angka pertumbuhan tahunan yang meningkat sebesar 7%.
Berikut disajikan hasil riset data Nielsen untuk belanja iklan tahun 2015.
No Kategori Belanja Iklan (Rp) Kenaikan dari tahun 2014
1 Pemerintahan dan Organisasi Politik 7,4 Triliun 7%
2 Produk Perawatan Rambut 4,47 Triliun 5%
3 Rokok Kretek 4,34 Triliun 16%
Sumber: Nielsen Advertising Information Services. 10 Februari 2016
Namun diantara beberapa kategori utama yang tingkat pertumbuhannya paling pesat adalah Layanan Online (e-commerce) yang tumbuh sebesar 44% menjadi Rp3,51 Triliun di sepanjang tahun 2015.
Sementara itu jika dilihat dari merek-merek yang beriklan baik di TV maupun media cetak, dua merek mi instan terbesar yaitu Indomie dan Mie Sedaap menjadi kontributor tertinggi dengan total belanja iklan masing-masing sebesar Rp971 Miliar dan Rp733 Miliar. Menyusul dua merek tersebut adalah dari kategori layanan e-commerce yaitu Traveloka dan Tokopedia yang turut menjadi kontributor belanja iklan utama dengan nilai masing-masing Rp697 Miliar dan Rp625 Miliar. Keduanya meraih tingkat pertumbuhan belanja iklan tahunan yang sangat signifikan yaitu Traveloka dengan 187% dan Tokopedia sebesar 1.611%.
Dari beberapa data nielsen yang disajikan diatas, terdapat beberapa hal yang menarik untuk dibahas lebih lanjut yaitu pertumbuhan layanan e-commerce yang meningkat drastis dari tahun sebelumnya.
Menurut Don Tapscott (2015) dalam bukunya yang berjudul “The Digital Economy” dikatakan bahwa Anda tidak harus menguasai teknologi untuk memenangkan pertarungan di era ekonomi baru ini, anda hanya perlu memahami pergeseran utama dari ekonomi yang sedang terjadi dan anda harus memastikan bahwa organisasi anda dapat mencapai itu.
Mungkin itulah yang dibaca oleh para CEO perusahaan E-Commerce tersebut. Mereka mulai membangun merek dagang mereka dengan mencoba beriklan di berbagai media, terutama media televisi yang sampai sekarang masih menjadi favorit khalayak di Indonesia. Mereka berusaha memahami pergeseran ekonomi yang saat ini sedang terjadi. Pergeseran ekonomi yang sudah melangkah ke dunia digital, yang mana segala sesuatunya bisa diakses hanya dari genggaman tangan.
Berdasarkan dari pemahaman tersebut, para CEO E-Commerce ini memberanikan diri untuk melangkah lebih jauh dengan menjual brandnya melalui iklan dalam jumlah yang cukup fantastis. Hal ini dapat dilihat pada belanja iklan tahun 2015 merek Traveloka.com yang sampai menghabiskan angka Rp697 Milyar yang berarti naik 187% dari tahun 2014. Kemudian merek Tokopedia.com yang menghabiskan Rp625 Milyar dengan kenaikan sebesar 1.611% dari tahun 2014. Dan secara umum perusahaan E-Commerce mengalami kenaikan belanja iklan sebesar 44% dari tahun sebelumnya. Angka ini mengindikasikan bahwa para CEO tersebut sudah sangat serius menyambut era digitalisasi ini. Mereka memanfatkan iklan untuk mendongkrak merek dagang mereka. Promosi besar-besaran mereka lakukan untuk menjaring konsumen memanfaatkan produk mereka melalui layanan online. Dan karena mereka adalah termasuk yang pertama dalam bidang bisnis era digital, maka peluang pasar juga terbuka lebar.
Data dari e-marketer memprediksi bahwa pengguna smartphone di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 89,8 Juta orang dimana itu adalah 31,8% dari total populasi penduduk Indonesia. Karena sedemikian besarnya peluang pasar yang dapat diraih dari bisnis E-Commerce ini, maka para CEO tersebut memang tidak segan menggelontorkan dana yang besar untuk mempromosikan merek dagang mereka. Harapannya tentu mereka dapat meraup keuntungan yang berlipat dari para pengguna Internet di Indonesia.
Agency Iklan, Mengapa Perlu?
Brand Building adalah pekerjaan yang cukup berat sebuah perusahaan pada umumnya. Sebuah perusahaan yang produknya memiliki brand yang kuat, tentu tingkat penjualannya dipastikan akan meningkat. Perusahaan membutuhkan strategi tertentu agar brand produknya semakin lama semakin menguat. Salah satu strateginya adalah menggunakan iklan.
Terence A. Shimp (1986) seorang praktisi dan akademisi dari University of South Carolina-Columbia mengatakan bahwa fungsi dari iklan adalah untuk Informing (memberikan informasi), Persuading (mempersuasi), Reminding (mengingatkan), Adding Value (memberikan nilai tambah), dan Assiting (mendampingi). Iklan harus dapat memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada konsumen sehingga dapat mempersuasinya untuk membeli produk tertentu. Selain itu juga untuk mengingatkan secara terus menerus akan kehadiran suatu produk dan memberikan nilai tambah tertentu akan sebuah produk sehingga produk menjadi lebih menarik. Dan terakhir adalah menjadi asisten dari perusahaan untuk menjawab segala sesuatu yang berkaitan dengan produk perusahaan tersebut.
Namun iklan yang seperti apakah yang mampu meningkatkan brand produk suatu perusahaan sehingga mampu memenuhi fungsi iklan seperti yang disebutkan oleh Shimp diatas. Sementara perusahaan biasanya tidak selalu menyediakan orang yang ahli dalam bidang periklanan. Sehingga kebanyakan perusahaan akan menyerahkan tugas-tugas promosi tersebut melalui advertising agency untuk menguatkan brand produknya.
Salah satu advertising agency yang cukup terkenal di Indonesia adalah PT. Dwi Sapta Pratama Advertising pimpinan Adji Watono. Penulis cukup beruntung dapat diberikan paparan mengenai industri periklanan di Indonesia dan sejarah perjuangannya menembus 3 besar advertising agency secara nasional di Indonesia. Pada Intinya Adji Watono menjelaskan bahwa dari segi industri periklanan, advertising agency memiliki peran yang cukup sentral dalam memasarkan produk suatu perusahaan. Perusahaan advertising agency yang memiliki motto “Think Global, Act Local” ini memulai perjalanannya pada tahun 1982 dari sebuah studio foto yang kemudian berevolusi menjadi screen printing pada tahun 1985. Kemudian semenjak industri televisi mulai berkibar ditahun 1989 yang ditandai dengan munculnya televisi swasta RCTI, adji wanoto mulai menangkap peluang iklan di televisi dengan mendirikan PT Dwisapta Pratama yang menawarkan full service advertising agency yang menggeluti bellow the line dan above the line iklan televisi komersial.
Klien pertama mereka adalah PT. Djarum. Kemudian disusul dengan PT. Dankos dengan Mixagrip dan PT. Sido Muncul dengan Tolak Angin. Yang menarik adalah PT. Sido Muncul ini salah satu klien terbesar dan terloyal dari dwisapta agency. Irwan Hidayat selaku pimpinan Sidomuncul saat itu mulai didekati oleh Adji Winoto agar mau mengiklankan produk tolak anginnya di perusahaan agencynya. Karena ada kedekatan dengan Adji, Irwan Hidayat tidak menolaknya dan akhirnya terciptalah kerjasama yang cukup panjang hingga 25 tahun mengibarkan brand produk Tolak Angin.
Kerjasama yang cukup panjang tersebut bukan hanya karena mereka adalah teman lama, tapi juga karena keprofesionalitasan dari agency pimpinan adji. Tolak Angin dari yang sebelumnya dianggap sebagai jamu, yang hanya diminum oleh orang desa dan hanya sebagai minuman tradisional, ditangan adji wanoto mampu diubah menjadi minuman berkelas, modern, dan layak diminum oleh masyarakat kota. Strategi yang digunakan pun cukup cerdas, yaitu menggunakan selebrity endorse yang (saat itu) memiliki image High Class seperti Grub Band Dewa, artis Sophia Latjuba, serta akademisi seperti Rhenald Khasali. Iklan Tolak Angin yang mengambil tagline “orang pintar minum tolak angin” ini bahkan mampu menembus pasar internasional melalui iklan luar negeri nya. Bahkan sekaliber menteri BUMN saat itu, Dahlan Iskan mampu diajak bergabung untuk mensukseskan iklan tolak angin versi luar negeri tersebut.
Simbiosis Mutualisme
Terlepas dari kesuksesan Adji Wanoto dalam mengelola perusahaan Advertising Agency nya, pada intinya adalah perusahaan akan selalu membutuhkan promosi yang maksimal agar produknya dapat diterima target konsumennya. Perusahaan pasti berani membayar harga yang mahal untuk iklan yang mampu memenuhi target penjualannya. Itulah yang seharusnya dibaca para agency iklan di Indonesia. Dia mencontohkan perusahaan jilbab baru Zoya, mengalokasikan belanja iklannya ke Dwisapta Agency senilai 10 Milyar pada tahun 2014. Sebuah harga yang cukup fantastis untuk perusahaan jilbab yang saat itu termasuk baru memulai usaha dalam bidang jual beli busana muslimah ini. Bahkan untuk sebuah iklan iklan rokok Djarum Super Mild Edition, Dwi Sapta Agency pernah mendapat nilai kontrak sebesar 10 Milyar. Nilai yang mahal tersebut karena memang pembuatan iklan tersebut sepenuhnya dilakukan di luar negeri dengan menggunakan teknologi yang canggih. Nilai yang fantastik tentu akan diimbali dengan hasil iklan yang luar biasa dan diharapkan berimbas kepada kenaikan target penjualan perusahaan.
Oleh karena itu dalam membuat sebuah iklan, adji menjelaskan bahwa agency tidak hanya melihat dari sisi produknya saja. Dia harus juga harus mengenali perusahannya. Dengan demikian akan tercipta hubungan saling mendengarkan dan mengerti kebutuhan, keinginan, dan harapan dari klien untuk memenuhi efektifitas kinerja (sleep with clients, listen to their needs, their wants and expectation). Harus tercipta sebuah simbiosis mutualisme atau hubungan saling menguntungkan antara agency iklan dengan perusahaan yang beriklan. Perusahaan yang telah menanamkan investasi melalui iklan harus dibayar dengan iklan yang mampu mempersuasi konsumen untuk membeli produk tersebut. Semakin besar target penjualan produk terlampaui setelah melakukan investasi melalui iklan, maka semakin besar tingkat kepercayaan perusahaan untuk menggunakan jasa agency iklan tersebut.
Salah satu prinsip yang masih dipegang Dwisapta Agency sampai saat ini adalah “make your client success first and your success will follow”. Intinya adalah kita harus membawa klien kita memenuhi target penjualan mereka dahulu, maka dengan demikian klien yang akan mendatangi kita untuk menjualkan produk mereka. Jika hal tersebut sudah terjadi, maka kerjasama jangka panjang simbiosis mutualisme pasti akan tercipta dengan sendirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens. K, 2000. Pengantar Etika Bisnis. Jakarta : Kanisius
Jefkins, Fank. 1997. Periklanan. Jakarta : Erlangga
Kasali, Rhenald. 1995. Manajemen Periklanan : Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Tapscott, Don. 2015. The Digital Economy. New York: McGraw Hill
Shimp, Terence A. 2003. Periklanan Promosi dan Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu Edisi 5. Jakarta: Erlangga
Referensi Lain:
Ishadi SK. Presentation: The Change Of The Mass Media Paradigm: Leave “Conventional Media” Go To “Emerging Social Media”
Komentar
Posting Komentar