teori-teori penerimaan dan pengolahan pesan

LittleJohn (2002) dalam bukunya yang berjudul “Theories of Human Communication” menjabarkan tentang tentang satu bab mengenai theories of message reception and processing. Didalamnya dijabarkan mengenai pengelompokan teori-teori  penerimaan dan pengolahan pesan sebagai berikut:
a.     Message Interpretation
i.    Osgood on Meaning
Dikembangkan pertama kali oleh Peneliti bernama Charles Osgood pada tahun 1960an. Teori ini berfokus pada cara mempelajari makna dan memahami bagaimana makna-makna itu terkait dengan pikiran dan perilaku.
Sebagai contoh, setiap orang bisa mengasosiasikan kata ‘makan’ dengan berbagai hal. Selain arti makan yang sebenarnya, kata “makan” juga bisa berarti “ambil” dalam kalimat ”makan saja uang itu!”, atau berarti “bunuh” dalam kalimat “Kau makan orang itu?”. Asosiasi itu merupakan konotasi. Teori Osgood berusaha menjelaskan kandungan dan asal konotasi-konotasi itu. Teori Osgood terkait dengan model Stimulus-Response (S-R).
Osgood meyakini bahwa asosiasi dasar S-R bertanggung jawab pada pembangunan makna, yaitu respon internal dan mental menjadi sebuah rangsangan. Rangsangan dari luar mengarah pada pembentukan makna di dalam diri yang kemudian mengarahkan terciptanya respon ke luar. Rangsangan internal dapat dibagi menjadi dua bagian: respon internal dan rangsangan internal.  Ini dapat digambarkan menjadi (1) rangsangan fisik à (2) respon internal à (3) rangsangan internal à (4) respon dari luar.
Memaknai merupakan hal yang internal dan unik karena melibatkan pengalaman setiap individu menghadapi rangsangan alamiah. Karena itu, memaknai berkenaan dengan konotasi. Pemaknaan internal ini memediasi repon setap individu terhadap kata. Kontribusi terbesar Osgood adalah diferensial semantic (semantic differential) berasumsi bahwa satu makna bisa diekspresikan menggunakan kata-kata sifat.
Osgood menggunakan analisis faktor untuk mengetahui dimensi dasar dalam proses memaknai. Ini mengantarkan pada teori mengeni ruang semantic (semantic space). Maka terkait dengan ruang metafora mengenai tiga dimensi utama: evaluasi, aktivitas, dan potensi. Osgood meyakini bahwa tiga faktor makna, yaitu evaluasi, aktivitas, dan potensi, dapat diaplikasikan ke semua orang dan semua konsep
ii.   Attribution Theory
Teori ini dikembangkan oleh Fritz Heider pada tahun 1958 dan dituliskan dalam bukunya yang berjudul “The Psychology of Interpersonal relations”. Pada intinya teori ini berfokus pada cara individu mengambil kesimpulan sehingga dapat mengubah perilaku. Atribusi kausal yang kerap dilakukan orang, seperti lingkungan,personal effects, kemampuan, usaha, hasrat, sentimen, kepemilikan, kewajiban, dan ijin. Beberapa perilaku dapat mungkin dianggap berasal dari penyebab tunggal atau satu perilaku dapat diperkirakan memunculkan atribut penyebab peristiwa untuk kualitas pribadi dari beberapa penyebab. Komunikasi digunakan untuk menyelesaikan ambiguitas.
Cara setiap individu menyelesaikan ambiguitas dan membangun pola bisa berbeda-beda atau disebut gaya-gaya persepsi (perceptual styles). Ketika Anda berpikir bahwa seseorang melakukan sesuatu dengan tujuan maka Anda menyadari dua atribusi: kemampuan dan motivasi.
Anda akan menyimpulkan penyebab-penyebab dari perilaku-perilaku yang terkait berdasarkan pengalaman, pemaknaan, faktor situasional, dan gaya persepsi Anda. Salah satu temuan yang paling gigih dalam penelitian mengenai atribusi adalah kesalahan atribusi mendasar (fundamental attribution error). Ini menyangkut tendensi untuk atribut penyebab kejadian terhadap kualitas pribadi. Atribusi bisa memengaruhi komunikasi.
Sebagai contoh: seorang anak yang mendapat prestasi disekolah, kemungkinan akan diikuti oleh tindakan yang rajin juga disekolah, misalnya rajin mengumpulkan tugas, rajin membaca, ataupun rajin bertanya kepada guru.
b.     Information Organization
i.    Information-Integration Theory
Teori ini memusatkan perhatian pada bagaimana orang-orang mengakumulasikan dan mengorganisasikan informasi tentang seseorang, objek, situasi atau ide dan dari berbagai sikap-sikap. Sebuah perilaku merupakan predisposisi tindakan dengan cara yang negatif atau positif terhadap beberapa objek. Ada dua variabel yang sangat penting dalam melihat bagaimana perilaku berubah, yaitu valence atau arah dan Weight atau bobot. Valence merujuk pada apakah informasi mendukung atau menolak keyakinan yang dianut individu. Variabel kedua yang memengaruhi dampak informasi adalah bobot yang ditetapkan setiap individu terhadap informasi. Jadi, valence berdampak pada bagaimana pengaruh informasi terhadap perilaku dan bobot berdampak pada seberapa besar dampak informasi terhadap perilaku.
Sebagai contoh: Apabila ada informasi tentang kenaikan harga BBM, orang akan melihat apakah informasi ini benar adanya. Jika hanya disebarkan oleh media abal-abal, mungkin orang tidak akan langsung berbondong-bondong ke SPBU untuk memborong premium. Namun apabila kabar tersebut berasal dari media yang kredibel, kemungkinan orang akan segera mempercayainya.
ii.   Expectancy-value Theory
Teori ini Dikembangkan oleh Martin Fishben (1971). Focus utama dari teori ini adalah adanya keyakinan (belief). Menurutnya ada dua jenis  belief /keyakinan. Pertama keyakinan akan sesuatu. Kedua, keyakinan terhadap sesuatu. Yakni perasaan akan adanya kemungkinan hubungan khusus antara dua hal. Misalnya kita meyakini akan adanya penyakit tertentu yang demikian menyiksa sepanjang hidup ( belief in ). Kita juga meyakini bahwa ada suatu penyakit yang demikian menyakitkan sehingga orang memilih mati saja daripada menderita penyakit tersebut ( belief about ).  Sikap berbeda dengan keyakinan karena dalam sikap ada penilaian. Sikap berhubungan dengan keyakinan dan menggiring seseorang untuk berperilaku tertentu menurut sikapnya terhadap objek tertentu.
Menurut Fishben sikap itu terorganisir secara tertentu. Hubungan antara sikap dan keyakinan adalah sedemikian rupa sehingga sikap terhadap objek merupakan hasil dari keyakinan terhadap objek tersebut dikalikan evaluasi terhadap objek itu tadi. Jadi sikap adalah fungsi serangkaian keyakinan dan evaluasi yang kompleks. (1)
Sebagai contoh: Apabila ada Konser Slank di GBK, walaupun kita juga bukan slankers, namun saat itu kita sedang butuh hiburan, dengan adanya konser slank tersebut maka tentu kita akan datang. Namun apabila bukan penyuka music maka pastilah kita tidak akan hadir.
iii. Theory of Reasoned Action
Theory Reasoned Action pertama kali dicetuskan oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein pada tahun 1980 . Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Pada dasarnya teori ini berfokus pada niat seseorang untuk melakukan suatu perilaku menentukan akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tersebut. Lebih lanjut, Ajzen mengemukakan bahwa niat melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan sikap (attitude towards behavior) dan yang lain berhubungan dengan pengaruh sosial yaitu norma subjektif (subjective norms).
Theory of Reasoned Action (TRA) merupakan teori perilaku manusia secara umum : aslinya teori ini dipergunakan di dalam berbagai macam perilaku manusia, khususnya yang berkaitan dengan permasalahan social-psikologis, kemudian makin bertambah digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan dengan perilaku kesehatan.
Teori ini menghubungkan keyakinan (beliefs), sikap (attitude), kehendak/intensi (intention), dan perilaku (behavior). Untuk mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang, cara terbaik untuk meramalkannya adalah mengetahui intensi orang tersebut.
Sebagai contoh: orang tua yang akan mengimunisasi anaknya. Mereka tentu sadar bahwa imunisasi itu baik bagi sang anak, tapi juga akan menyebabkan demam dan tentu saja mahal harganya. Orang tua akan mempertimbangkan mana yang lebih penting, perlindungan kesehatan atau ketakutan akan sakit anak dan kemahalan harga. (2)
iv. Consistency Theories
Teori konsistensi terkait dengan perilaku, perubahan perilaku, dan persuasi. Premis teori konsistensi, yaitu individu lebih nyaman dengan konsistensi daripada ketidakkonsistenan. Konsistensi adalah prinsip pengorganisasian primer dalam proses kognitif, dan perubahan perilaku bisa dihasilkan dari informasi yang mengganggu keseimbangan.
Sebagai contoh: Pak Jojon selalu tertawa jika menonton bukan empat mata, namun suatu ketika pembawa acaranya diganti karena sedang sakit, sehingga acara bukan empat mata menjadi tidak lucu lagi. Hal ini akan mempengaruhi perilaku pak Jojon dan mengganti channelnya.

v.  The Theory of Cognitive Dissonance
Teori ini dikembangkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957 yang kemudian dituangkan kedalam bukunya yang berjudul “A Theory of Cognitive Dissonance”. Teori ini telah menghasilkan penelitian dengan kuantitas yang luar biasa dan volumes kritikan, interpretasi, dan ekstrapolasi. Teori ini berfokus pada dua elemen kognitif, termasuk perilaku, persepsi, pengetahuan, dan perilaku, akan memiliki satu dari tiga macam hubungan, yaitu nol atau tidak relevan, konsisten atau konsonan, dan  ketidakkonsistenan atau disonansi. Disonansi terjadi ketika satu elemen tidak diharapkan mengikuti dari elemen lainnya.
Ada dua premis yang mengatur teori disonansi. Pertama adalah disonansi menghasilkan tensi atau stres yang menciptakan tekanan untuk berubah. Kedua, ketika disonansi hadir, individu tidak hanya ada untuk menguranginya tapi juga akan menghindari situasi di mana bisa memunculkan disonansi tambahan. Disonansi merupakan hasil dari dua variabel, yaitu pentingnya elemen kognitif dan jumlah elemen yang terlibat dalam hubungan disonan.
Ada beberapa metode untuk bisa mengatasi disonansi kognitif, yaitu mengubah satu atau lebih elemen kognitif. Menambahkan elemen baru, melihat ada elemen yang kurang penting dibandingkan yang lain, mencari konsonan informasi seperti bukti, dan mengurangi resonansi dengan cara mendistorsi atau salah memahami informasi yang ada.
Situasi yang bisa menghasilkan disonansi, yaitu pengambilan keputusan, kepatuhan paksa, inisiasi, dukungan sosial, dan usaha. Jumlah disonansi pada satu pengalaman sebagai akibat dari keputusan tergantung pada empat variabel, yaitu pentingnya keputusan, daya tarik alternatif yang dipilih, semakin besar daya tarik yang diterima dari alternatif yang tidak dipilih semakin individu merasakan disonansi, dan semakin besar tingkat kemiripan atau tumpang tindih antara alternatif akan menimbulkan disonansi lebih kecil.
Ada situasi di mana disonansi sangat tepat untuk menghasilkan kepatuhan yang dipaksa. Semakin sedikit tekanan untuk menyesuaikan maka semakin besar disonansi. Semakin sedikit justifikasi eksternal (seperti penghargaan atau hukuman) maka semakin besar setiap individu harus fokus terhadap inkonsistensi internal dalam diri individu itu. Tekanan sosial yang ‘lembut’ bisa sangat kuat menyebabkan banyak disonansi.
Teori disonansi juga menghasilkan beberapa prediksi. Semakin besar kesulitan inisiasi sesorang ke dalam sebuah kelompok maka semakin besar komitmen seseorang akan terbangun.
Sebagai contoh: seorang gay yang beragama kristen, akan mengalami disonansi yaitu bahwa dia harus mengikuti ajaran agamanya dan dia tidak bisa memungkiri orientasi seksnya. Dan akhirnya keputusan yang dia ambil adalah menghapus disonansinya itu dengan memilih orientasi sexnya dan menghilangkan unsure agamanya. 


vi. Rokeach: Beliefs, Attitudes, and Value
Salah satu teori yang cukup komprehensif dikembangkan oleh Milton Rokeach pada tahun 1969 yang dibuat buku berjudul “A Theory of Organization Change”. Focus teori ini adalah bahwa setiap orang memiliki sistem terorganisasi yang terdiri dari keyakinan, perilaku, dan nilai, yang mengarahkan tingkah laku. Keyakinan adalah ratusan ribu pernyatan yang dibuat setiap individu mengenai diri dia dan dunia. Semakin terkonsentrasi keyakinan semakin resisten untuk berubah dan semakin berdampak pada terjadinya perubahan dalam keseluruhan sistem.
Sikap adalah sekelompok keyakinan yang terorganisasi di sekitar objek focal dan mempengaruhi seseorang untuk bertingkah laku dengan cara tertentu terhadap sebuah objek. Tingkah laku ini terkait dengan sikap terhadap objek dan sikap terhadap situasi.
Nilai merupakan tipe khusus dari keyakinan yang berada di pusat sistem dan berperan sebagai panduan hidup. Ada dua jenis nilai. Pertama, nilai instrumental yang berkenaan dengan panduan menjalani kehidupan yang diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari, seperti kerja keras dan kesetiaan.  Kedua, nilai terminal merupakan tujuan utama hidup terhadap di mana kita bekerja, seperti kesejahteraan dan kebahagiaan.
Sebagai contoh: seorang karyawan yang bekerja di perusahaan elektronik mendapatkan kepercayaan promosi jabatan menjadi manajer. Kemudian diperusahaannya mempersilahkan beribadah sesuai nilai ajaran agamanya, dan lingkungan serta rekan kerjanya mendukung pekerjaan dia. Kemungkinan dia akan betah untuk bekerja di perusahaan tersebut.
c.     Judgment Process
i.    Social Judgment Theory
Teori ini dikembangkan oleh psikolog Muzafer Sherif dkk pada tahun 1961. Teori ini memusatkan  perhatian pada bagaimana  orang melakukan penilaian terhadap pesan. Salah satu penelitian dengan teori ini menemukan bahwa orang di dalam menilai pesan didasarkan pada sebuah “anchors” /patokan atau sebuah referensi. Dalam seting sosial, patokan sebuah persepsi itu bersifat internal dan didasarkan pada pengalaman masa lalu. Semakin penting sebuah isu bagi ego seseorang di masa lalu, makin kuat pula ia menjadi patokan yang mempengaruhi apa yang ia pahami.
Dalam melakukan penilaian pesan di masyarakat, seseorang akan melakukan pengelompokan persoalan itu berdasarkan persamaannya dengan isu yang pernah ia alami di masa lalu. Pengelompokan terhadap isu-isu tersebut lalu masuk dalam bentangan skala toleransi individu.
Dalam pertimbangan sosial, individu akan mengindetifikasi pernyataan-pernyataan berdasarkan tiga hal, yaitu lintang penerimaan (latitude of acceptance) untuk pernyataan yang disetujui, lintang penolakan (latitude of rejection) untuk pernyataan yang tidak disepakati, dan lintang tanpa komitmen (latitude of noncommitment). Lintang penerimaan dan penolakan pada setiap individu dipengaruhi sebuah variabel kunci, yaitu keterlibatan ego. Keterlibatan ego adalah tingkat relevansi pribadi terhadap isu.
Pemrosesan pertimbangan dalam teori ini dapat melibatkan distorsi melalui hal yang kontras ataupun asimilasi. Dampak kontras (contrast effect) terjadi ketika individu-individu menilai sebuah pesan akan lebih jauh dari sudut pandang mereka daripada yang sebenarnya. Dampak asimilasi (assimilation effect) terjadi ketika individu menilai pesan akan lebih dekat pada sudut pandang mereka daripada yang sebenarnya. dapat terjadi di mana pesan tdk sebenarnya meningkatkan posisi Anda dalam masalah ini.
Sebagai contoh: ketika di Media sedang ramai membahas ditangkapnya salah satu Ketua Partai yang ditengarai terlibat korupsi, maka mulai muncul penghakiman masal di media social yang mencaci maki ketua partai tersebut. Padahal saat itu pengadilan pun belum memutuskan apakah ketua partai tersebut bersalah atau tidak.

ii.   ELABORATION LIKELIHOOD THEORY
Teori ini dikembangkan oleh psikolog sosial Richard Petty dan John Cacioppo pada tahun 1986. Melalui bukunya yang berjudul “Communication and Persuation: Central and Peripheral Routes to Attitude Change”, teori ini lalu menjadi salah satu teori persuasi yang amat populer dewasa ini.
Menurut teori ini, seseorang melakukan penilaian terhadap informasi menurut berbagai cara. Suatu ketika evaluasi itu dilakukan dengan cara yang rumit menggunakan pemikiran kritis namun di waktu lain  evaluasi dilakukan secara sederhana tanpa melalui pemikiran kritis. Kadang seseorang begitu memikirkan landasan argumentasi atas sebuah informasi namun di waktu lain tidak demikian halnya.  Elaboration Likehood Theory  lalu menjadi semacam teori kemungkinan  terhadap evaluasi kritis atas sebuah informasi.
Terdapat dua jalur yang dapat ditempuh ketika kita menerima pesan dan melakukan evaluasi:
1)     Central Route. Terjadi manakala kita melakukan penilaian terhadap informasi dengan pemikiran kritis dengan mempertimbangkan apa yang telah kita ketahui sehubungan dengan informasi yang akan kita evaluasi. Bila jalan ini yang ditempuh maka  seseorang akan melihat berbagai argumentasi yang ada. Dan bila menyangkut pengambilan keputusan untuk mengubah sikap maka keputusan itu sudah tentu berdasar pada apa yang sesunguhnya sudah melekat dalam diri orang tersebut.
Sebagai contoh: Ketika pengawas lapangan Golf mengeluhkan bahwa rumput lapangan banyak dipenuhi oleh gulma, maka pada saat yang bersamaan terdapat iklan produk di TV untuk alat semprot pembasmi gulma. Hal ini meningkatkan keterlibatan pengawas lapangan golf akan iklan tersebut, apakah tertarik untuk membelinya atau dia memiliki pertimbangan lain dalam membersihkan gulma di lapangan. Sementara sebagian penghuni apartemen disamping lapangan golf tersebut tidak terlalu memperdulikan iklan tersebut karena memang sehari-harinya tidak memikirkan lapangan golf.
2)     Kedua, pheripheral route. Yakni ketika kita mempertimbangkan sebuah informasi namun tidak dilakukan dengan cara yang kritis. Bagaimana penerima tidak berpikir secara kognitif untuk mengevaluasi pesan dan proses dari informasi dari pesan tersebut.
Sebagai contoh: kita akan dengan mudah membeli sabun mandi produk baru yang dibintangi oleh artis favorit kita. Padahal kita belum tahu kualitas dari produk yang ditawarkan tersebut. Namun karena adanya faktor lain sehingga menyebabkan kita tanpa berfikir secara kognitif dengan mudah membelinya.

Penilaian kritis dan kognitif seseorang sebenarnya bergantung pada dua faktor umum, yaitu: Pertama Motivasi. Dan Kedua adalah Kemampuan. Bila motivasi seseorang terhadap sesuatu tinggi maka ia akan menempuh jalan central.  Demikian sebaliknya, apabila dia tidak mempunyai motivasi, maka jalan peripheral lah yang akan diambilnya. Ada tiga hal yang mempengaruhi motivasi seseorang. Pertama, keterlibatan. Kedua, keberagaman argumentasi. Ketiga, kecenderungan personal untuk memilih jalan kritis. Dari faktor motivasi dan varian faktornya di atas mustahil sampai pada pemilihan jalan  kritis bilamana tidak disertai kemampuan.
Kritik
            Namun kritik juga dilontarkan atas Elaboration Likehood Theory ini.  Littlejohn (2002) menjelaskan bahwa teori ini membutuhkan atensi yang tinggi agar persuasi bisa sampai kepada audiens. Namun dalam prakteknya, hal tersebut susah terjadi. Kita tidak selalu perhatian atas apa yang kita lihat. Kombinasi dari kedua jalur, baik central atau peripheral yang sangat diharapkan. Selain itu, walaupun motivasi ataupun kemampuan kita rendah akan suatu hal, namun kita masih bisa terpengaruh karena kita memiliki pengalaman yang kuat akan suatu hal.
Sementara Griffin (2006) menjelaskan Elaboration Likehood Theory ini seolah-olah mengasumsikan bahwa argumentasi-argumentasi yang kuat akan selalu berhasil atau paling tidak akan masuk ke dalam rute peripheral dimana jika rute central menyangkut perubahan kebiasaan, rute peripheral lebih kepada perubahan sikap saja/untuk sementara waktu. Apakah selalu seperti itu? Begitu mudahkah sikap seseorang diubah??? bagaimana dengan tipe-tipe orang yang dogmatis? Buktinya, seperti kita tahu, Paris Hilton , sudah berulang kali keluar-masuk penjara oleh kasus serupa, yaitu mabuk saat mengemudi, apakah sosialisasi dan persuasive larangan mabuk saat mengemudi yang gencar dikampanyekan di Amerika berhasil???
Kemudian, bukankah jika kondisi lingkungan termasuk aspek dari si pengirim pesan menjadi perhatian atau ikut mempengaruhi, bukankah hal itu termasuk tidak fleksibel, tidak praktis, dan kurang effekif? Apalagi mood seseorang itu cenderung berubah-ubah.
iii. Expectancy Violations Theory
Teori ini merupakan aplikasi dari teori yang dikembangkan oleh Judee Burgoon dkk yang mengasumsikan bahwa si komunikator mengadaptasi dan menyesuaikan perilakunya berdasar respon yang dilakukan oleh lawan bicaranya.
Menurut Expectancy Violence Theory, seseorang telah memiliki pengharapan terhadap perilaku lawan bicara kita berdasarkan norma sosial dan juga pengalaman kita terdahulu dengan orang lain  dan dalam situasi di dalam mana perilaku tadi muncul. Ekspektasi yang kita harapkan muncul dalam perilaku lawan bicara kita itu bisa berupa perilaku nonverbal misalnya tatapan mata, jarak fisik dalam pembicaraan, dan body angle. Setiap individu tidak akan menyadari perilaku individu lain, tapi ketika harapan tersebut dilanggar maka akan mengacaukan perhatian atau distraksi. Setiap individu akan menaruh perhatian pada distraksi ini dan kemudian mengevaluasi perilaku individu lain.
Penipuan dan deteksinya merupakan bagian dari interaksi yang berlangsung dalam komunikasi melibatkan proses kembali-dan-seterusnya. Ketakutan dan kecurigaan penipuan bisa keluar dalam strategi untuk mengendalikan perilaku, tapi ketakutan dan kecurigaan itu cenderung muncul dalam perilaku yang tidak disertasi strategi. Proses ini disebut kebocoran (leakage).
Kedekatan hubungan bisa membuat individu terikat dengan individu lain dan mengurangi kecurigaan. Namun, familiaritas ini bisa memunculkan bias. Familiaritas juga menyulitkan untuk berbohong dan memudahkan deteksi kebohongan. Faktor lain yang memengaruhi proses deteksi-penipuan adalah level motivasi untuk berbohong atau mendeteksi kebohongan dan kemampuan menipu dan mendeteksi penipuan.
Sebagai contoh: seorang staff yang ingin pulang lebih awal dari jam kantor karena ada keperluan mendadak, ketika ingin meminta ijin kepada atasannya, ternyata atasan tersebut terlihat sedang sibuk dengan dokumen perusahaannya. Melihat hal tersebut staff itu mengurungkan niatnya untuk meminta ijin kepada atasannya tersebut. 
iv. Interpersonal Deception Theory
Teori ini masih berkaitan dengan Expectancy Violence Theory  namun lebih terpusat pada bagaimana seseorang melakukan upaya tertentu yakni semacam penipuan dengan cara memanipulasi informasi, perilaku dan citra agar lawan bicara kita sampai pada sebuah kesimpulan yang keliru atau keyakinan yang meleset. Cara yang dilakukan oleh si komunikator yang hendak menipu adalah dengan suatu strategi perilaku tertentu. Menurut teori ini, si penanggap kadang bisa mendeteksi kebohongan tersebut dan kemudian dia menaruh curiga bahwa mereka tengah dibohongi.
Sebagai contoh: ketika kita sedang janjian dengan seseorang di pagi hari, tetapi kita terlambat. Kemudian orang tersebut menelepon kita, dan kita menjawab sedang dijalan, sudah mau sampai. Padahal kita masih dirumah karena terlambat bangun. Ini adalah contoh penipuan inter personal yang mungkin bisa menjelaskan sedikit mengenai teori ini.

Kelebihan dan Kelemahan Secara Umum Teori-Teori Penerimaan dan Pengolahan Pesan
Sebagian besar Teori dalam pembahasan ini lebih menitikberatkan pada keefektifan makna serta daya tarik intuitif. Hal ini terlihat karena beberapa teori hanya menjelaskan hal-hal yang besar hanya dengan beberapa variable kunci. Misalnya Osgood mempersempit semua makna konotatif menjadi hanya tiga dimensi. Fishbein dan Azjen menunjukan bagaimana susunan yang luas dari pemikiran dan perilaku dapat dijelaskan dengan mekanisme integrasi yang sederhana. Festinger dan bahkan Rokeach mereduksi organisasi kognitif untuk satu prinsip konsistensi
Contohnya adalah Teori Konsistensi Kognitif. Teori ini memiliki pengaruh yang besar terhadap pikiran kita mengenai sikap dan perubahan sikap itu sendiri. Teori ini mengisolasi elemen-elemen tertentu dari kongnisi dan menunjukan bagaimana manipulasi terhadap variabel-variabel tadi dapat meramalkan perasaan, pikiran dan tindakan seseorang.Teori ini juga memberikan ilmuwan pandangan logis, menyediakan penyelasan atas perilaku yang secara  intuitif masuk akal.
Selain itu, sebagian besar teori ini juga mendapatkan kritik. Ada dua hal besar yang menjadi sorotan, Pertama, adanya pertanyan yang mengganggu terkait universalitas, apakah proses kognitif benar-benar universal, jika tidak, seberapa luas lingkup yang dicakup proses. Sebagai Contoh : tiga dimensi universal atas makna dari Osgood. Walaupun banyak peneliti mengakui kegunaan teknik semiotika untuk melihat arti konotatif dari sebuah pesan, mereka juga mempertanyakan factor sudut pandang dari makna-evaluasi, potensi dan aktivitas – tidak pernah berubah dan universal atas situasi, konsep dan budaya. Walaupun faktor-faktor tadi menunjukan beragam perangkat studi secara luar biasa, tetapi dengan menyebutkan faktor-faktor diatas sebagai universal dianggap sebagai generalisasi yang berlebihan. Apa yang nampaknya universal pada nyatanya tidak selalu demikian.
Masalah lain dalam mencoba untuk menemukan universal kognitif adalah gagasan keliru,di mana jika mekanisme hipotesis seseorang sesuai dengan data, dengan sendirinya dapat menjelaskan data, ketika sejumlah mekanisme hipotesis dapat menjelaskan apa yang sedang terjadi. Lalu bagaimana kita bisa memilih diantara penjelasan-penjelasan yang ada? Tentunya akan menjadi masalah yang sulit. Contohnya adalah Teori Disonansi Kognitif yang dikritik pada masalah ini.
Kedua adalah permasalahan terkait reduksi dari proses yang kompleks ke satu set prediktor yang kikir adalah penyederhanaan yang berlebihan. Contohnya pada Elaboraation Likehood Model (ELM), yang dikritik telah mengabaikan variabel-variabel penting. Prediksi-prediksinya tidak selalu terverifikasi oleh ilmuwan, dan beberapa percaya perlu ada teori-teori elaborasi yang lain untuk menjelaskan perbedaan yang ada (Littlejohn, 2002). Contoh Kasus  sudah dijelaskan dalam setiap pembahasan masing-masing teori.
           















Daftar Bacaan
Griffin, Em. (ed). A First Look at Communication Theory, 8th Edition. McGraw-Hill Companies, 2012.
Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication.7th Ed. Wadsworth, 2002.

Sumber lain:


Komentar