Teori Sistem dalam Komunikasi

Teori system berpengaruh besar terhadap studi Human Communication (Littlejohn, 2002). Teori system ini merupakan teori umum yang penting bagi ilmu komunikasi. Hal ini tidak terlepas dari sifat teori system itu sendiri, yaitu adanya saling interaksi antar element dalam suatu lingkungan tertentu. Begitu juga dengan ilmu komunikasi, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari bidang disiplin ilmu lainnya. Dengan adanya interaksi yang bersinggungan dengan disiplin ilmu lainnya, maka ilmu komunikasi telah menerapkan teori system ini. Sebagai contoh: Dalam era serba bersaing seperti sekarang ini, banyak disiplin ilmu atau bidang kerja yang membutuhkan lulusan mahasiswa komunikasi. Dengan demikian lulusan mahasiswa komunikasi dituntut untuk mengerti juga ilmu dari bidang disiplin ilmu lainnya. Hal tersebut tentu akan menyebabkan tuntutan bagi Mahasiswa komunikasi untuk mengerti juga ilmu dari disiplin ilmu lainnya. Misalnya mahasiswa komunikasi diterima kerja di Bank, maka dia harus mengerti ilmu tentang perbankan agar bisa mengkomunikasikannya dengan klien. Atau seorang mahasiswa komunikasi yang membuka usaha jasa konsultan branding, maka dia harus mengerti banyak ilmu, salah satunya ilmu psikologi.
Dari contoh diatas dapat dikatakan bahwa ilmu komunikasi tidak bisa hidup sendiri, dia harus berada dalam suatu system yang mana antar element pasti akan saling mempengaruhi, bahkan saling ketergantungan. Itulah mengapa teori system merupakan suatu teori umum yang penting bagi ilmu komunikasi.

Teori Informasi mulai tumbuh dan berkembang dalam industry telekomunikasi setelah perang dunia ke II. Teori Informasi dibentuk dari hasil investigasi dalam fisika, teknik, dan matematika. Claude Shannon, dalam bukunya yang sangat klasik bersama Warren Weaver yang berjudul The Mathematic Theory of Communication. Teori informasi ini sangat berkaitan erat dengan dengan teori system. Dengan adanya informasi, hal ini bisa memberikan beberapa alternatif dalam menentukan pilihan untuk seseorang memprediksi apa yang akan terjadi. Dalam situasi yang kompleks dengan banyak kemungkinan, informasi yang banyak akan membantu dalam menentukan putusan untuk memilih. Karena fungsi informasi memberikan banyak pilihan, hal tersebut menggambarkan tingkat kebebasan seseorang menentukan pilihan dalam suatu situasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan banyaknya informasi dalam suatu sistem, maka banyak juga pilihan yang bisa kita buat dalam system tersebut. Sebagai contoh: pada jaman pemilu di orde baru, siapa yang menjadi presiden tidak ada nilai informasinya karena sudah dapat dipastikan sebelumnya. Namun yang bernilai informasi adalah wakil presidennya karena ada banyak pilihan. Namun, ada masalah apabila teori informasi digunakan untuk menjelaskan Human Communication, yaitu: channel, atau information transmission yang mana digunakan sebagai sarana menyampaikan pesan/makna dari sender ke receiver. Channel ini terkadang tidak dapat menyampaikan pesan kita dengan benar karena adanya noise atau gangguan. Bahkan sudah ada symbol saja yang membantu menjelaskan, orang kadang masih bertanya makna apa yang tadi disampaikan. Efektifitas bahasa tentu sangat berperan dalam penyampaian pesan ini. Redundancy juga berpengaruh terhadap penerimaan makna pesan. Terlalu banyak redundancy ataupun terlalu sedikit redundancy tidak bagus dalam penerapan human communication. Namun redundancy ini dapat dikontrol dengan tambahan bahasa nonverbal yang mungkin bisa menyambung makna yang belum tersampaikan dalam bahasa verbal. Sehingga para penemu teori informasi menyarankan agar bisa meramu redundancy agar dalam penyampaian makna pesan dapat berjalan dengan baik.

Sibernetika merupakan study tentang regulasi dan control terhadap system yang berkaitan dengan feedback agar system tersebut bisa bertahan. Sehingga apabila terdapat suatu system, tentu harus ada yang melakukan control terhadap regulasi dalam system tersebut. Sebagai contoh sederhana: AC. Apabila kita menghidupkan AC dengan suhu 20° C, maka AC akan bekerja mendinginkan ruangan dengan suhu 20° C. apabila lingkungan saat itu bersuhu suhu 26° C, maka AC akan secara otomatis bekerja menjadikan suhu menjadi 20° C kembali. Dalam contoh yang lebih kompleks, pasal Rokok dalam UU kebudayaan tidak berpihak kepada masyarakat. Dalam suatu diskusi bapak Karto Muhammad sudah 10 tahun berjuang untuk menghapus pasal tersebut. Bayangkan saja pajak dari rokok sebesar 70 trilyun pajak, namun untuk subsidi kesehatan akibat rokok sebesar 300 trilyun. Maka hal tersebut sesungguhnya sangat merugikan. Inilah feedback yang dilakukan sebagian masyarakat (seperti Bapak Karto Muhammad) untuk menghindari pengaruh buruk dari system yang sudah berkembang. Feedback negative tidak selalu buruk. Namun feedback ini menahan apabila system cenderung mau berubah agar tidak terlalu berlebihan. Demikian juga feedback positif yang menjaga dan mensupport system agar terus berjalan sesuai dengan jalurnya. Terlalu lama menggunakan feedback negative kita statis/tidak berubah. Namun Tidak terlalu banyak menggunakan feedback positif, akan terjadi deviasi. Sistem tidak dapat menampung dan bisa bubar. Oleh karena itu feedback positif dan negative harus digunakan secara berganti-ganti dan disesuaikan.

Pada intinya pokok penjelasan second-order cybernetics  adalah mengenai bagaimana kita melihat suatu system, kita akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh system itu sendiri. Heinz von Foerster memperkenalkan kepada kita second-order Cybernetics yang disebut “cybernetics of the observing system”. Second-order Cybernetics merupakan revolusi dalam teori system karena observasi yang objektif dan ilmu pengetahuan menjadi tidak memungkinkan. Teori System tradisional dan cybernetics mencoba system dengan observasi yang objektif, namun dalam second-order Cybernetics baik observer maupun observed keduanya sama-sama terpengaruh. Ide ini berpengaruh besar pada tidak hanya pada teori system tetapi juga dalam psikologi. Sebagai contoh sederhana: terdapat seorang peneliti yang meneliti tentang G-30S/PKI. Dia melakukan wawancara terhadap keluar korban G-30S/PKI. Hasil penelitiannya tentu saja akan berpihak pada keluarga korban G30S/PKI dan menganggap bahwa PKI adalah penjahat. Begitupun sebaliknya, dia bisa juga beranggapan bahwa actor G-30S/PKI adalah hanya sebagai korban fitnah, sehingga butuh pemulihan nama baik. Semua itu tergantung pada bagaimana observer dan observed saling terpengaruh.

Dinamic Social Impact Theory (DSIT) dikemukakan oleh Bibb Latane. Teori ini menggambarkan bahwa society adalah system komunikasi yang besar yang memasukkannya sebagai sebuah subsistem dari Budaya, termasuk interaksi individu antara satu orang dengan orang lainnya. Jadi elemen dasar dari system ini adalah individualitas. Individual bukan berarti tertutup. Mereka saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya dalam sebuah ruang social. Ruang social tersebut dijadikan sebagai tempat bertemu, berkomunikasi, dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Latane mengemukakan bahwa ruang social tersebut sebenarnya lebih besar daripada ruang nyata yang ada didunia. Dengan kata lain ruang social tersebut tidak hanya terbatas padda dunia nyata, namun juga dunia maya. Hal tersebut karena dalam ruang social tersebut walaupun terpisah jarak, mereka satu sama lain tetap bisa saling mempengaruhi. Sehingga inilah alasan mengapa perubahan masyarakat dapat dijelaskan melalui teori ini.
Dalam kaitannya dengan peran komunikasi dalam perubahan masyarakat tersebut, maka terdapat 3 dimensi yang dapat digambarkan, yaitu pertama, strength pengaruh dari individu dalam ruang social. Kedua adalah immediacy, yaitu kedekatan antara individu satu dengan yang lainnya, dan yang ketiga adalah jumlah orang dalam ruang social tersebut.

Terdapat 6 kritik atas teori sistem ini secara umum, yaitu:
1.   Apakah generalisasi atas teori system memberikan keuntungan atau malah menyebabkan ambigu? Jadi para pendukung teori system ini mengatakan bahwa teori ini memberikan banyak makna untuk ilmu pengetahuan dan membangun logika yang bermanfaat.
2.   Apakah teori system membuka fleksibilitas dalam penerapannya atau malah membuat bingung dalam ketidakjelasan? Jadi apabila diterapkan dalam domain yang berbeda apakah masih bisa berlaku teori system ini. Pendukung teori system mengatakan bahwa keterbukaan adalah salah satu keuntungan dalam teori system. Hal tersebut menyediakan tidak hanya satu alat, namun banyak variasi alat yang dapat digunakan.  
3.   Apakah teori system hanya merupakan perspektif filsafat, atau bisa menyediakan penjelasan yang bermanfaat?
4.   bisakah system teori diterapkan untuk penelitian yang bermanfaat?
5.   Apakah system merupakan paradigma yang dipaksakan atau dia menunjukkan kenyataan yang ada?

6.   apakah teori system membantu memudahkan atau malah membuat menjadi lebih rumit daripada kenyataannya?


DAFTAR PUSTAKA
Bowers, John Waite, & Bradac, James J. “Issues in Communication Theory: A Metatheoritical analysis”. Dalam Burqoon, Michael (ed), Communication Yearbook 5, New Jersey, NJ: Transaction, 1982, 1-25.
Griffin, Em. (ed). A First Look at Communication Theory, 8th Edition. McGraw-Hill Companies, 2012.
Karman. Sejarah Singkat Perkembangan Ilmu Komunikasi. Jakarta: BPPKI, 2014.
Littlejohn, Stephen W & Foss, Karen A. Teori Komunikasi: Theories of Human Communication, edisi 9. Jakarta: Salemba Humanika, 2009.
Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication.7th Ed. Wadsworth, 2002.
Rahardjo, Turnomo. Cetak Biru Teori Komunikasi dan Studi Komunikasi di Indonesia. Jakarta. 2009

75 Tahun M. Alwi Dahlan: Manusia Komunikasi, Komunikasi Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2008.

Komentar