Perkembangan Ilmu Komunikasi

Perkembangan Ilmu Komunikasi di Amerika Serikat.
Ilmu komunikasi mengalami perkembangan pesat di Amerika Serikat pada abad ke-20. Perkembangan ilmu komunikasi yang pesat digambarkan sebagai sebuah temuan yang revolusioner (revoluionary discovery). Yang mendorong perkembangan ini adalah proses industrialisasi serta kemunculan teknologi seperti radio, televisi, telephone, dan satelit. Hadirnya produk teknologi komunikasi tersebut juga diimbangi dengan munculnya perusahaan besar yang bergerak di bidang itu. Kcbutuhan dan pentingnya ilmu komunikasi muncul ketika Perang Dunia I. Topik perhatiannya adalah tentang teknologi dan literasi media.  Situasi politik saat Perang Dunia I itu juga mendorong perkembangan komunikasi. Namun, komunikasi yang berkembang saat itu hanya seputar pembentukkan opini publik (public opinion) melalui propaganda. Sejalan dengan itu, penelitian tcrkait dengan perilaku manusia sudah mulai dilakukan. Di saat yang sama, ilmu psikologi dan sosiologi diakui sebagai ilmu pengetahuan (science). Kedua ilmu ini memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan komunikasi yang pada saat itu belum dikenal sebagai ilmu. Di antara studi atau penelitian bidang ilmu psikologi yang memberikan kontribusi pada ilmu komunikasi adalah penelitian tentang dampak menonton film (dulu umumnya bioskop), serta dampak penggunaan radio dan TV pada bidang pendidikan. Scmentara itu, dunia industri pun menaruh perhatian pada bidang komunikasi dengan menjadikannya sebagai bagian dari strategi pemasaran seperti iklan, promosi. Oleh karena itu, penelitian bidang komunikasi sudah dilakukan khusunya yang tcrkait dengan efektivitas iklan, pengaruhnya terhadap perilaku khalayak. Jadi, ilmu komunikasi dimanfaatkan oleh pihak industry sebagai strategi bisnis, khususnya terkait dengan strategi pemasaran (sekarang dikenal dengan marketing communication atau Integrated Marketing Communication/IMC). Pada Perang Dunia II, ilmu komunikasi sepenuhnya diakui sebagai ilmu pengetahuan (science). Ilmu komunikasi menjadi disiplin atau bidang ilmu tersendiri. Dalam mengkaji fenomena komunikasi, pendekatan yang digunakakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Di Amerika Serikat, kecenderungannya adalah melakukan penelitian komunikasi dengan pendekatan kuantitatif. Sementara itu, di Eropa dan di Amerika Utara, kecenderungannya adalah kualitatif. Untuk saat ini, nampaknya bipolarisasi dua kecenderungan pendekatan penelitian ilmu komunikasi ini nampaknya tidak terlalu relevan dan signifikan. Sama seperti ilmu sosial Iainnya, perkembangan ilmu komunikasi dipengaruhi oleh konteks sejarah (historical context), konteks sosial (social contex) atau social setting tertentu sehingga komunikasi seperti yang sekarang kita saksikan bukan sekedar praktik publisistik atau jurnalistik atau seni berbicara (retorika) saja, seperti awal kemunculannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Ilmu Komunikasi.
Setidaknya ada bebcrapa faktor yang mempengaruhi perkembangan ilmu komunikasi tersebut. Pertama, Perang Dunia II. Perang ini mendorong kepada kebutuhan untuk melakukan praktik propaganda. Tokoh yang amat terkenal yang melakukan praktik propaganda adalah Nazi. Jadi, sisi ilmu komunikasi berkembang adalah propaganda yang dapat disamakan dengan praktik retorika, seni berbicara di depan public (public speaking). Selain itu, Departemen of War Amerika berkontribusi dalam memfasilitasi pengembangan ilmu komunikasi. Departemen perang Amerika tersebut melakukan kajian tentang perubahan sikap (behavior), dan teknik komunikasi persuasif. Ilmuan komunikasi yang terkena kewajiban militer dan dirckrut dalam kesatuan militer adalah Hovland. Di dalam kesatuan militer ini ini banyak dilakukan kajian tentang perubahan sikap.  Kedua, perkembangan dunia penyiaran. Pada tahun 1950, dunia penyiaran yang meliputi radio, televisi mengalami pertumbuhan dan berkembang pesat. Ini memberikan implikasi bagi kajian ilmu komunikasi khususnya yang terkait dengan kajian dampak penggunaan media (positif dan negatif), serta gratifikasi/motivasi menggunakan media. Ketiga, era pembangunan (modernisasi). Seusai perang dunia kedua, banyak Negara-negara merdeka yang baru tumbuh. Pada proses inilah teori difusi inovasi yang diperkenalkan Everet M. Roger (1962) sering digunakan dalam penelitian mengenai komunikasi pembangunan. Keempat, perkembangan media baru (internet) termasuk di dalamnya aplikasi media sosial. Ppkm media baru memberikan pertanyaan apakah kehadiraan media baru menuntut adanya teori baru pula. Di sinilah tantangan bagi ilmu komunikasi. Kelima, relasi kuasa. Ilmu komunikasi tak tcrlepas dari relasi kuasa, baik antarpara ilmuan sendiri ataupun relasi kuasa yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, aktivitas keilmuan yang dilakukan kelompok ilmuan dari dari aliran teori-teori tertentu (misalnya teori yang beraliran positivisme) menjadi lebih dominan. Sementara teori-teori lain dianggap teori-teori alternatif (misalnya teori beraliran kritis).

Keterkaitan dengan disiplin ilmu lain dan dunia profesi dan industry.
Perkembangan ilmu komunikasi tidak bisa lepas dari disiplin ilmu lainya seperti ilmu psikologi, sosiologi, antropologi, bahasa, matematika balikan sampai kajian termodinamika dalam ilmu fisika. Ilmu komunikasi memberikan kontribusi konsep kepada ilmu lain. Sebaliknya, ilmu komunikasi meminjam konsep dari disiplin ilmu lain. Sebagai contoh, Shanon & Weaver dalam menjelaskan model komunikasinya (sender-message-channel-receiver) menggunakan konsep-konsep dalam ilmu psychology. Sebaliknya, disiplin ilmu psychology meminjam model proses komunikasi tadi untuk menjelaskan proses transmisi pesan. Inilah kondisi yang oleh Thomas Kuhn diistilahkan dengan lingkaran hermeneutika (hermeneutic circle), (Shannon 1949, 34). Sementara itu Norbert Wiener (Ilmuan dari MIT) hadir dengan gagasan sibernetika (cybernetics) (bahasa Yunani, artinya "steersman" or "governor") yang juga terinspirasi dari model matematika Claude Shanon (menulis" bersama dengan Warran Weaver). Wiener hadir dengan konsep tentang  feedback-nya, mencetuskan tradisi sibernetik ini dan mengantar pada pemahaman komunikasi sebagai penghubung bagian-bagian terpisah dalam suatu sistem mekanistik, termasuk untuk komunikasi sosial (Griffin 2012, 39). Pendekatan model transmisi ini dipakai untuk memahami komunikasi sehari-hari antara orang biasa dengan orang biasa. Semisal: mengobrol, menelepon, email, dan pengumuman di kelurahan atau komunikasi dalam dunia saintifik.  Littlejohn menjelaskan bahwa sibernetika yang dipopulerkan oleh Norbert Wiener pada tahun 1950, sebagai bidang keilmuan merupakan cabang dari teori sistem (System Theory) yang fokus pada umpan balik (feedback) dan proses kontrol serta menekankan komunikasi sebagai proses yang sirkular.  Keterkaitan ilmu komunikasi dengan praktik politik memunculkan komunikasi politik (political communication). Keterkaitan ilmu komunikasi dengan kebudayaan memunculkan komunikasi budaya (intercidtural communication, crosscultural communication). Keterkaitan ilmu komunikasi dengan pemasaran memunculkan komunikasi pemasaran (marketing communication). Dalam kaitannya dengan bidang kesehatan muncul istilah komunikasi kesehatan (health communication). Deddy N. Hidayat mengakui bahwa komunikasi merambah ke disiplin ilmu lain seperti studi budaya, semiotika sosial, manajemen, ekonomi, politik ekonomi. Komunikasi juga merambah ke isu-isu social baru seperti literasi media, media policy, cybercommunity. Dunia industri pun memberikan dorongan secara eksternal bagi penerapan ilmu komunikasi. Perkembangan industri televisi, radio, media cetak, agen periklanan memberikan kesempatan bagi lulusan ilmu komunikasi untuk menerapkan ilmunya. Di sana, lulusan ilmu komunikasi dapat berperan sebagai penyiar, reporter, perancang strategi kreatif, penulis naskah iklan. Dalam dunia politik, kontestasi dalam era demokrasi seperti pemilihan umum, pemilihan kepala daerah memerlukan ahli komunikasi untuk kampanye politik, manajemen citra, perancang komunikasi politik seperti iklan politik (political advertising), humas partai. Di sektor perusahaan, lulusan ilmu komunikasi dapat memainkan peran tenaga humas Public Relation Officer. Instansi pemerintah juga pasti membuka peluang bagi lulusan ilmu komunikasi untuk menjadi pranata humas, protokoler dan Iain-Iain. Lulusan ilmu komunikasi juga dapat mengambil kesempatan untuk menjadi pensurvei bidang politik, survey pemasaran mupun survei untuk kepentingan perumusan kebijakan. Jadi, dunia komunikasi memberikan (supply) kebutuhan (demand) masyarakat.

Perbedaan pendekatan kajian komunikasi di Amerika Serikat dan Eropa pada Awalnya.
Setelah perang dunia II, ilmu komunikasi diakui sebagai disiplin ilmu yang legitimate. Sejak itulah, penelitian tentang komunikasi banyak dilakukan. Pendekatan penelitian dalam ilmu komunikasi yang dilakukan di Amerika (Barat) dan di Eropa. Di Amerika pendekatan penelitian banyak dilakukan secara kuantitatif dan mencoba untuk menetapkan komunikasi sebagai ilmu pengetahuan social sementara penelitian komunikasi di Eropa banyak mengkaji dari sisi sejarah, budaya yang akarnya dari tradisi Marxism dan bergantung pada metode kritikal dan kultural.   


Perbedaan Perspektif Barat dan Timur.
Kincaid (dalam Communication Theory, pp. 331-353) mencatat sejumlah perbedaan antara perspektif Timur dan Barat. Pertama, teori Timur lebih fokus kepada keseluruhan (wholeness) sedangkan perspektif Barat lebih fokus kepada pengukuran unit-unit yang kecil tanpa melihatnya  sebagai bagian yang integral dalam satu kesatuan proses. Kedua, Teori Barat didominasi oleh pandangan individualisme yang memandang aktivitas komunikasi sebagai bentuk usaha individu dalam mencapai tujuannya. Sementara itu, Teori Timur memandang hasil komunikasi tidak direncanakan, tapi hasilnya bersifat alamiah. Banyak teori ilmu komunikasi dari perspektif Barat cenderung bersifat kognitif dan individulistik. Sementara itu, teori ilmu komunikasi Timur cenderung bersifat emotional (; perasaan) dan mengandung unsur spiritual serta memandang komunikasi sebagai hasil (outcome). Ketiga, dalam kaitannya dengan bahasa dan pemikiran, sebagian besar teori-Teori Barat didominasi oleh bahasa. Sedangkan Teori Timur didominasi oleh simbol verbal khususnya pidato. Sementara itu, di Barat pidato dipandang dengan skeptis. Gaya pemikiran Barat juga kurang begitu dipercaya dalam tradisi Timur. Pandangan filosofis Timur bersifat intuitif yang diperoleh dari pengalaman langsung. Pandangan ini tidak bisa diperoleh dengan mengintervensi peristiwa yang alamiah, yang menjelaskan mengapa diam (silence) begitu penting dalam komunikasi Timur (Littlejohn, 2009 : h. 5). Keempat, hubungan (relationship) dikonsepkan bcrbeda oleh perspektif Barat dan Timur. Dalam Teori Barat, hubungan (relationship) ada antara dua atau lebih individu. Sementara itu, teori Timur atau tradisi timur lebih kompleks lagi. Hubungan (relationship) melibatkan status, peran, dan kekuasaan. Tiap teori memandang dari sudut yang berbeda. Tidak semua teori sama dalam hal validitasnya atau aspek kemanfaatannya. Peneliti pun terkadang menemukan bahwa teori-teori tertentu lebih bermanfaat daripada teori lainnya. Oleh karena itu, kita harus bersikap membuka diri, bukannya menutup diri dan menghindari orientasi multitheoretis (Littlejohn, 2009 : h. 5).

Keragaman Type Of Scholarship dan implikasinya bagi ilmu komunikasi.
Keragaman type of scholarship dalam ilmu komunikasi memberikan implikasi ilmu komunikasi. Aktivitas keilmuan (inquiry) memiliki tipe-tipe yang bcrbeda-beda. Perbedaan tipe inquary mcnghendaki penggunaan metode, paradigma, dan teori yang berbeda pula. Metode inquiry -menurut Littlejohn- dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tipe: 1) Scientific Scholarship; 2) humanistic Scholarship; dan 3)Social Science Scholarship.
Pertama, Scientific Scholarship. Menurut tipe ini, ilmu pengetahuan (science) dikaitkan dengan objektivitas. Tipe ini juga menekankan sesuatu yang "out there". Reflikasi dalam studi haruslah membuahkan hasil yang identik. Tipe ini lebih tertarik pada teori yang cakupannya umum (generalized theory). Tipe ini focus kepada pengungkapan realitas dunia serta berusaha menemukan konsesus atau mereduksi keanekaragaman manusia dengan cara generalisasi. Standardisasi dan reflikasi penting dalam science. Dunia aiau realitas sudah ada dan siap diamanati (observe) dan dijelaskan. Kedua, Humanistic Scholarship. Cirinya sebagai berikut: Bersifat subjektif; berusaha menemukan kreasi-kreasi individual (bukan menghasilkan standardisasi); menekankan pada "in here". Tujuannya berusaha memahami respon subjektif manusia. Tipe ini lebih tertarik pada teori yang cakupannya individual serta focus kepada pengungkapan realitas manusia. Ketiga, Social Science Scholarship. Walaupun tipe in merupakan pcrpanjangan dari ilmu pengetahuan (science) alam, dengan meminjam metode dalam ilmu fisika, namun, tipe ini berbeda. Tipe ini menggunakan pendekatan dalam scientific scholarship tapi objek yang dikaji adalah manusia yang biasa dikaji oleh tipe humanistic scholarship. Berbeda dari ilmu alam yang objeknya adalah benda mati, dalam ilmu sosial objeknya adalah manusia yang memiliki pengetahuan, nilai, dan mampu membuat penafsiran sendiri dan melakukan tindakan. Oleh karena itu, pertimbangan sisi kemanusiaan perlu dilibatkan dalam kegtatan ilmiah atau penelitian.  Ilmu komunikasi adalah salah satu dari ilmu sosial. Oleh karena itu, Kegiatan scholarship dalam Ilmu komunikasi memiliki karakteristik seperti ada pada scientific scholarship dan humanistic scholarship. Tipe inquiry ini berimplikasi pada subject matteri ilmu komunikasi. Dulu ilmu komunikasi memiliki dua tradisi utama: retorika dan tradisi saintifik. Dengan munculnya 3 (tiga) tipe scholarship ini, ilmu komunikasi berkembang. Dari sisi, perkembangan paradigma ilmu komunikasi, Guba menjelaskan bahwa paradigma dalam ilmu komunikasi itu ada 4 (empat) kelompok: Positivisme, Postpositivisme, Konstruktivisme, dan paradigma Kritis. Ini menunjukkan proses inquiry dalam ilmu komunikasi berkembang menjadi bagian dari ilmu sosial (social science).

Implikasi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.
Salah satu bentuk perkembangan Teknologi Komunikasi dan Informatika (TIK) adalah media baru (new media). Berkembanganya media baru atau media digital (internet) memberikan tantangan bagi ilmu komunikasi.  Sesuatu yang baru menurut Denis McQuail (2010) antara lain digitalisasi dan konvergensi semua aspek media, interaktivitas dan konektivitas jaringan yang meningkat, mobilitas dan delokasi pengiriman dan penerimaan seperti yang terjadi ketika berkomunikasi melalui smartphone, serta munculnya aneka bentuk gateway media (McQuail 2010: 141).  Implikasi perkembangan Teknologi Komunikasi dan Informatika (TIK) bagi perkembangan ilmu komunikasi antara lain memunculkan pertanyaan seputar isu teoretis, apakah kehadiran media baru (new media) berimplikasi pada perlunya kehadiran teori baru ataukah tidak. Ini menjadi bahan pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Denis McQuail sendiri membuat bab tersendiri dalam bukunya yang berjudul "Theories of Mass Communication". Bab tersebut khusus membahas tentang media baru. Dari judul babnya "New Media, New Theory?", kita bisa menangkap kebingungan akademisi untuk melakukan teoretisasi fenomena media baru (new media). Sampai saat ini, studi komunikasi mengenai praktik komunikasi di internet masih menggunakan teori yang lazim digunakan dalam media lama. Contoh teori dimaksud antara lain teori kekerasan simbolik, teori uses and gratification, teori social actor, semiotika dan sebagainya. Terlepas dari kebingungan tadi, kehadiran media baru memberikan gairah bagi peneliti untuk melakukan riset seputar media baru (internet) serta ragam aplikasi di dalamnya.

Prospek dan perkembangan Ilmu komunikasi di Indonesia.
Perkembangan ilmu komunikasi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh dunia industri. Dunia industri, pemerintah menciptakan permintaan (demand) berupa lulusan ilmu komunikasi. Berawal dari sinilah, perguruan tinggi baik swasta maupun negeri, baik yang di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kementerian Agama (Universitas Islam Negeri yang dulu bernama IAIN) membuka program studi ilmu komunikasi. Biasanya jurusan ilmu komunikasi di UIN bernama program studi ilmu komunikasi dan dakwah. Jadi, secara secara kuantitas institusi pendidikan tinggi ilmu komunikasi di Indonesia tumbuh dengan pesat. Namun, di balik peningkatan, ilmu komunikasi yang dipelajari di institusi-institusi pendidikan tinggi masih terlihat "seragam" sehingga tidak terlihat ciri khas atau keunggulan kompetitif maupun komparatif. Tidak ada "identitas" yang bisa menjadi pengenal bagi keberadaan setiap institusi pendidikan tinggi ilmu komunikasi. Bidang-bidang komunikasi yang selama ini diajarkan pada hampir semua perguruan tinggi memiliki relasi dengan komunikasi sebagai disiplin praktik (jurnalistik, Public Relations, Periklanan, Penyiaran dan Manajemen Komunikasi). Jadi, harapan dari penyelenggara pendidikan ilmu komunikasi adalah menghasilkan lulusan yang cepat discrap pasar. Tantangannya adalah bagaimana menciptakan aplikasi ilmu komunikasi yang lebih beragam misalkan komunikasi kesehatan, komunikasi terafi, atau lainnya. Komunikasi kesehatan sebagai contoh dikaji bukan oleh ilmu komunikasi tapi oleh disiplin ilmu keperawatan.
Namun perkembangan sistem pendidikan ilmu komunikasi sendiri tidaklah seperti apa yang kita harapkan. Hal ini disebabkan karena 3 faktor sebagai berikut (Budyatna, 2008): Pertama, kurangnya hubungan interdisipliner ilmu komunikasi dengan ilmu-ilmu lainnya. Sebagai seorang lulusan ilmu komunikasi, sudah barang tentu menguasai teknik menulis. Namun  masih ragu dengan apa yang mau ditulis. Hal ini karena lulusan ilmu komunikasi kurang begitu peka dengan disiplin ilmu lainnya, seperti mulai ilmu social bahkan sampai ilmu lingkungan. Sudah seharusnya para lulusan ilmu komunikasi ini dibekali dengan disiplin ilmu lainnya selain ilmu komunikasi agar nantinya lebih bisa bersaing di dunia kerja. Untuk kita ketahui, universitas yang membuka jurusan komunikasi sudah semakin banyak. Bahkan saat ini Universitas Brawijaya untuk jenjang S1 komunikasi membuka untuk 300 mahasiswa, dan jenjang S2 untuk sekitar 70 mahasiswa baru. Kedua, Setiap Jurusan/Departemen Komunikasi dan Jurnalisme seharusnya memiliki lembaga penelitian sendiri. lebih dari seabad yang lalu yaitu tahun 1904 Daddy Blayer sudah menekankan perlunya lembaga penelitian sebagai bagian dari pendidikan jurnalisme. Bidang penelitian inilah yang menjadi kelemahan di Indonesia, selain alasan dana, lembaga penelitian komunikasi kurang mendapat perhatian, dan para mahasiswanya hanya menguasai teori dan minim praktek. Sehingga dalam menyusun skripsi, tesis, ataupun desertasi tidak jarang mengalami kesulitan. Ketiga, Masalah dana yang telah disebutkan pada poin 2. Tingkat kesadaran bahwa dana penelitian itu penting masih sangat rendah. Sehingga masalah dana ini tergantung dari kemampuan individunya dalam mencari dana, namun karena terkendala kesibukan masing-masing sehingga masalah dana ini jadi terabaikan. Imbasnya sarana dan prasarana penelitian jadi minim. Idealnya bidang komunikasi/jurnalisme harus memiliki surat kabar kampus, pemancar radio, tv agar mahasiswanya dapat mempraktekkan teori yang telah didapatkannya.    

Selama ini kita lebih sering menyerap ilmu komunikasi dengan perspektif barat, terutama Amerika Serikat  baik berupa teori maupun temuan-temuan baru. Faktor inilah yang diharapkan bisa menjadi tantangan untuk para ilmuwan komunikasi terutama para pemuda dalam memperbaiki system pendidikan komunikasi dan pengembangan ilmu komunikasi yang berorientasi kepada Indonesia. Karena ada prediksi dari pakar Komunikasi Universitas Indonesia bahwa kedepannya ilmu komunikasi ini akan mengalami kejenuhan dengan banyaknya lulusan jurusan komunikasi yang kalah bersaing dalam dunia kerja. Akankah kita bisa merontokkan prediksi tersebut?

DAFTAR PUSTAKA
Bowers, John Waite, & Bradac, James J. “Issues in Communication Theory: A Metatheoritical analysis”. Dalam Burqoon, Michael (ed), Communication Yearbook 5, New Jersey, NJ: Transaction, 1982, 1-25.
Griffin, Em. (ed). A First Look at Communication Theory, 8th Edition. McGraw-Hill Companies, 2012.
Karman. Sejarah Singkat Perkembangan Ilmu Komunikasi. Jakarta: BPPKI, 2014.
Littlejohn, Stephen W & Foss, Karen A. Teori Komunikasi: Theories of Human Communication, edisi 9. Jakarta: Salemba Humanika, 2009.
Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication.7th Ed. Wadsworth, 2002.
Rahardjo, Turnomo. Cetak Biru Teori Komunikasi dan Studi Komunikasi di Indonesia. Jakarta. 2009
75 Tahun M. Alwi Dahlan: Manusia Komunikasi, Komunikasi Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2008.

Komentar